Hujan Turun Dengan Santun Seperti Makna Pada Kata Yang Tersimpan Rahasia.

Rabu, 08 Maret 2017

Pasar Malam #1

Senja mulai menampakkan keanggunannya. 


Kelap kelip lampu Pasar Malam terasa meriah dan semarak di alun-alun desa. Sudah sejak lama, desa kami tidak kedatangan hiburan meriah ini. Selain itu, hiburan ini kerap sekali disamakan dengan keadaan rakyat ya karena murah. Tak ada biaya uang masuk, hanya membayar tiket wahana. Itu pun paling mahal hanya 10ribu. Pasar malam kali ini, tumpah ruah oleh banyak pengunjung yang mengantri untuk menikmati wahana permainan. Ada komedi putar, mandi bola,lempar bola, kapal goyang bahkan ada juga otok (judi dadu).


"Ah, meriah sekali pasar malam ini" batinku. Sambil sesekali melirik pasangan muda-mudi yang berjalan berduaan. Seketika, kulihat disebelah kiri pasangan itu, berjongkok seorang perempuan paruh baya, berumur sekitar 50an menurutku. Tatapan nanarnya seperti jagung yang tengah ia bakar, membara. Beruntung sekali ia, perutku nampaknya mulai tergoda untuk mencicipi jagung yang tengah ia bakar. Aku pun mendekati ibu-ibu penjual jagung tersebut.


" Ibu, saya mau pesan jagung, satu saja. Dibakar jangan terlalu matang, dengan sedikit margarin, bumbunya tolong diolesi kecap terlebih dahulu lantas dioles saus baru setelah beberapa saat dioles kecap lagi. Maaf, saya kurang suka makanan pedas" pesanku pada si ibu penjual jagung bakar


" Ah, pilihanmu rumit sekali, Nak. Baiklah ibu usahakan tapi tidak janji bisa sesuai pesananmu soalnya banyak pula orang yang sudah memesan jagung ini " jawab ia dengan nada datar


"Tidak rumit lah itu bu, hanya soal rasa dan pilihan " balasku sambil tertawa


" Bukan maksud ibu mengecilkan pilihan mu tapi bukankah Tuhan menciptakan makhluknya dengan sederhana saja? " seketika ia mulai menghentikan kipasan jagung bakarnya


Tertarik dengan percakapan ini, aku mulai duduk berhadapan dengannya.


" Maksud ibu bagaimana, oh Tuhan tidak sesederhana itu menciptakan makhluknya, manusia ini rumit lo bu " jawabnya dengan penasaran


" Pikirannya saja yang rumit, Nak. Pikiran manusia itu, ya seperti kamu ini (dan ibu) sungguh rumit. Padahal jika dipikir-pikir, jika kita minta yang sederhana saja, nampak semua yang datang akan sungguh luar biasa. Jangan kau ingkari hal-hal yang sederhana itu" kata ibu tersebut


" Ini hanya masalah jagung, bukan masalah yang lain. " jawabku agak kesal


" Hal kecil seperti itu akan merembet pada hal-hal yang besar, Nak. 20 tahun sudah aku menyesal akan hal itu, tidak mensyukuri kesederhanaan. 20 tahun sudahaku terpuruk pada keinginan tinggi yang mengalahkan nurani. Tuhan, telah menghukumku karena tak pernah mencintai kesederhanaan " nada jawaban ibu itu tampak bergetar


" Maaf bu, tapi nampaknya saya masih kurang paham dengan yang ibu maksudkan" jawabku penuh selidik


" Ah sudah sudah, lupakan, ini jagungmu sudah matang. Ibu bakar sesuai pesananmu" dengan menyodorkan jagung hasil bakarannya.


Terpaksa harus ku akhiri percakapan malam itu, lalu dengan merogoh kocek 5ribu, kubayar jagung bakar tersebut. Pikiranku masih melayang, mencoba menyelami maksud kata-katanya. Malam semakin larut, tak terasa wahana akan mulai tutup. Jagung yang aku beli belum sempat aku makan sehingga kuputuskan untuk dibawa pulang.


Sesampainya dirumah, ibuku menyanyai tentenganku sepulang dari pasar malam. Sesegera kuberikankan jagung bakar rasa "istimewa" dari genggamanku.


" Halah, jagung kok rasanya aneh. Kamu beli dimana? " tanya ibu


" Masa bu? aku beli di tukang jagung bakar yang penjualnya ibu-ibu di sebelah kanan pintu masuk " jawabku


" Ditempat Bu Harmi? Ya ndak mungkin, Bu Harmi itu suda lama jualan jagung kok, paling enak sekecamatan ini. Tapi sayang, ia ditinggal pergi oleh anak-anaknya yang ia pilihkan sendiri untuk dinikahkan dengan juragan kaya. Kasihan dia " jawab ibu dengan menyodorkan balik jagung bakar pesanan " istimewa " ku.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menunggu Senja Turun Dengan Santun