Hujan Turun Dengan Santun Seperti Makna Pada Kata Yang Tersimpan Rahasia.

Rabu, 08 Maret 2017

“Window Dressing” Repo 105 Lehman Brothers dan Kaitannya dengan Etika Bisnis


Kasus Lehman Brothers
Kasus kebangkrutan Lehman Brothers di Amerika Serikat (AS) terjadi tanggal 15 September 2008. Kebangkrutan bank ini merupakan yang terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah perbankan di AS. Pengadilan Kepailitan Southern District kemudian menunjuk Anton R. Valukas untuk melakukan audit investigasi perihal kebangkrutan Lehman Brothers. Setelah memakan waktu hampir setahun dan menghabiskan biaya 42 juta US dollar, pada 11 Maret 2010, keluarlah laporan audit investigasi. Sangkaan dari temuan yang ada di dalam laporan hasil penyelidikan bangkrutnya Lehman Brothers menyimpulkan adanya ‘materially misleading accounting gimmick’ atau singkatnya praktik window dressing (upaya ‘mempercantik’ kondisi keuangan secara artificial agar kondisi perusahaan terlihat lebih kuat). Praktik yang disebut window dressing tadi bahkan sudah diakui sendiri oleh salah satu pejabat eksekutif Lehman Brothers. Praktik yang dinilai sebagai window dressing ini memanfaatkan ‘regulatory arbitrage’, yaitu perbedaan sistem hukum dan standar akuntansi yang berlaku di Inggris dan AS
Namun yang menjadi sorotan adalah praktik manipulasi seputar transaksi ‘repo’. Repo pada dasarnya adalah pinjaman yang dijamin dengan agunan, biasanya berupa surat-surat berharga (securities), lazim pula disebut dengan ‘gadai’. Pada prinsipnya, transaksi repo ini mencakup 2 perjanjian transaksi yang tidak terpisah, yaitu ‘menjual’ sementara surat berharga untuk kemudian ‘dibeli’ kembali. Pada saat transaksi repo dilakukan oleh Lehman Brothers, kewajiban untuk membeli kembali surat berharga tersebut tidak diungkapkan sebagaimana seharusnya menurut standar akuntansi yang berlaku. Transaksi repo Lehman Brothers ini dilakukan dengan pihak terkait di Inggris yang, memiliki sistem hukum dan standar akuntansi yang berbeda. Pihak terkait inilah yang awalnya melakukan pembelian secara repo surat berharga, yang kemudian direpokan kembali ke Lehman Brothers di US. Hal yang sebaliknya juga dilakukan dengan mekanisme yang sama pada saat Lehman Brothers melakukan penjualan secara repo. Di dalam Laporan Valukas, penggunaan terminologi repo 105 ini sebenarnya merujuk pada repo 105 dan repo 108. Angka 5 dan 8 tersebut sebenarnya menunjukkan hair-cut (potongan yang dikenakan terhadap penilaian agunan) yang dikenakan pada transaksi repo surat berharga tersebut. Hair-cut 5% (105) maksudnya adalah bahwa pinjaman dana sebesar 100 US Dollar akan dijamin dengan agunan senilai 105 US Dollar. Beberapa pihak menyebut sebagai ‘top-up’ atau ‘cover-up’ agunan. Hal yang aneh pada repo tersebut dikarenakan ‘hair-cut’ tersebut ‘diberikan’ oleh Lehman Brothers pada saat dimana permintaan akan US Treasury Bills meningkat tajam sejalan dengan fenomena ‘flight to quality’ saat itu. Lazimnya, hair-cut untuk repo US Treasury Bills hanya dalam kisaran 1%.
Analisa Kasus Kaitannya dengan Etika Bisnis
Lehman Brothers telah melanggar prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas karena dalam laporan keuangan yang disajikan telah dilakukan praktik window dressing sebagaimana hal tersebut tidak diperbolehkan. Hendaknya, laporan keuangan yang disajikan oleh Lehman Brothers dilakukan secara tepat dan dilakukan secara profesional dengan mengungkapkan data yang benar-benar nyata. Secara garis besar tindakan yang telah dilakukan adalah memanipulasi laporan keuangan/window dressing (upaya ‘mempercantik’ kondisi keuangan secara artificial agar kondisi perusahaan terlihat lebih kuat), menyalahgunakan ‘regulatory arbitrage’ dan pelanggaran atas transaksi repo.
Dipandang dari segi hukum, pada saat transaksi repo dilakukan oleh Lehman Brothers, kewajiban untuk membeli kembali surat berharga tersebut tidak diungkapkan sebagaimana seharusnya menurut standar akuntansi yang berlaku. Hal ini jelas merupakan sebuah pelanggaran hukum karena melenceng dari kaidah standar akuntansi dan hal itu membuat Richard S. Fuld Jr., CEO terakhir dari Lehman Brothers diperiksa atas dugaan kasus tersebut oleh Pengadilan Inggris.
Dipandang dari segi norma bisnis, para petinggi Lehman Brothers secara terang-terangan telah mengakui bahwa telah terjadi persekongkolan yang mengakibatkan pemalsuan data laporan keuangan dan pemanfaatan Regulatory Arbitrage yang menurut etika bisnis, hal tersebut dipandang sebagai tindak kecurangan. Seharusnya Lehman Brothers melakukan tindakan yang dilakukan berdasarkan prinsip dan pedoman yang berlaku. Tindakan tersebut adalah membuat laporan keuangan yang menunjukkan keadaan sebenarnya dari perusahaan, tidak dilakukannya manipulasi laporan keuangan, dan tidak terjadi persekongkolan internal yang menjurus pada dampak negatif bagi para investor, karyawan dan perusahaan itu sendiri.
Kasus kecurangan pada transaksi repo 105 oleh Lehman Brothers merupakan hal yang tidak etis karena dilakukan tidak sebagaimana mestinya. Dampaknya pada laporan keuangan yang menggambarkan keadaan yang abstrak. Hal tersebut tentu membuat kerugian bagi investor dan pihak-pihak yang berkaitn dengan Lehman Brothers. Berdasarkan dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa Lehman Brothers memiliki etika bisnis yang tidak baik dan akhirnya menjerumuskannya pada kebangkrutan.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menunggu Senja Turun Dengan Santun