Kasus Lehman Brothers
Kasus kebangkrutan Lehman Brothers di Amerika Serikat
(AS) terjadi tanggal 15 September 2008. Kebangkrutan bank ini merupakan yang
terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah perbankan di AS. Pengadilan
Kepailitan Southern District kemudian menunjuk Anton R. Valukas untuk melakukan
audit investigasi perihal kebangkrutan Lehman Brothers. Setelah memakan waktu
hampir setahun dan menghabiskan biaya 42 juta US dollar, pada 11 Maret 2010,
keluarlah laporan audit investigasi. Sangkaan dari temuan yang ada di dalam
laporan hasil penyelidikan bangkrutnya Lehman Brothers menyimpulkan adanya ‘materially misleading accounting gimmick’
atau singkatnya praktik window dressing
(upaya ‘mempercantik’ kondisi keuangan secara artificial agar kondisi
perusahaan terlihat lebih kuat). Praktik yang disebut window dressing tadi
bahkan sudah diakui sendiri oleh salah satu pejabat eksekutif Lehman Brothers. Praktik
yang dinilai sebagai window dressing ini memanfaatkan ‘regulatory arbitrage’,
yaitu perbedaan sistem hukum dan standar akuntansi yang berlaku di Inggris dan
AS
Namun yang menjadi sorotan adalah praktik manipulasi seputar
transaksi ‘repo’. Repo pada dasarnya adalah pinjaman yang dijamin dengan
agunan, biasanya berupa surat-surat berharga (securities), lazim pula disebut
dengan ‘gadai’. Pada prinsipnya, transaksi repo ini mencakup 2 perjanjian
transaksi yang tidak terpisah, yaitu ‘menjual’ sementara surat berharga untuk
kemudian ‘dibeli’ kembali. Pada saat transaksi repo dilakukan oleh Lehman
Brothers, kewajiban untuk membeli kembali surat berharga tersebut tidak
diungkapkan sebagaimana seharusnya menurut standar akuntansi yang berlaku. Transaksi
repo Lehman Brothers ini dilakukan dengan pihak terkait di Inggris yang,
memiliki sistem hukum dan standar akuntansi yang berbeda. Pihak terkait inilah
yang awalnya melakukan pembelian secara repo surat berharga, yang kemudian
direpokan kembali ke Lehman Brothers di US. Hal yang sebaliknya juga dilakukan
dengan mekanisme yang sama pada saat Lehman Brothers melakukan penjualan secara
repo. Di dalam Laporan Valukas, penggunaan terminologi repo 105 ini sebenarnya
merujuk pada repo 105 dan repo 108. Angka 5 dan 8 tersebut sebenarnya
menunjukkan hair-cut (potongan yang dikenakan terhadap penilaian agunan) yang
dikenakan pada transaksi repo surat berharga tersebut. Hair-cut 5% (105)
maksudnya adalah bahwa pinjaman dana sebesar 100 US Dollar akan dijamin dengan
agunan senilai 105 US Dollar. Beberapa pihak menyebut sebagai ‘top-up’ atau
‘cover-up’ agunan. Hal yang aneh pada repo tersebut dikarenakan ‘hair-cut’
tersebut ‘diberikan’ oleh Lehman Brothers pada saat dimana permintaan akan US
Treasury Bills meningkat tajam sejalan dengan fenomena ‘flight to quality’ saat
itu. Lazimnya, hair-cut untuk repo US Treasury Bills hanya dalam kisaran 1%.
Analisa Kasus Kaitannya dengan
Etika Bisnis
Lehman
Brothers telah melanggar prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas karena
dalam laporan keuangan yang disajikan telah dilakukan praktik window dressing sebagaimana hal tersebut
tidak diperbolehkan. Hendaknya, laporan keuangan yang disajikan oleh Lehman
Brothers dilakukan secara tepat dan dilakukan secara profesional dengan
mengungkapkan data yang benar-benar nyata. Secara garis besar tindakan yang
telah dilakukan adalah memanipulasi laporan keuangan/window dressing (upaya ‘mempercantik’ kondisi keuangan secara
artificial agar kondisi perusahaan terlihat lebih kuat), menyalahgunakan ‘regulatory
arbitrage’ dan pelanggaran atas transaksi repo.
Dipandang dari segi hukum, pada saat transaksi repo dilakukan oleh Lehman
Brothers, kewajiban untuk membeli kembali surat berharga tersebut tidak
diungkapkan sebagaimana seharusnya menurut standar akuntansi yang berlaku. Hal ini jelas merupakan sebuah pelanggaran
hukum karena melenceng dari kaidah standar akuntansi dan hal itu membuat Richard S. Fuld Jr., CEO terakhir dari Lehman Brothers
diperiksa atas dugaan kasus tersebut oleh Pengadilan Inggris.
Dipandang dari segi
norma bisnis, para petinggi Lehman Brothers secara terang-terangan telah
mengakui bahwa telah terjadi persekongkolan yang mengakibatkan pemalsuan data
laporan keuangan dan pemanfaatan Regulatory
Arbitrage yang menurut etika bisnis, hal tersebut dipandang sebagai tindak
kecurangan. Seharusnya Lehman Brothers melakukan tindakan yang dilakukan
berdasarkan prinsip dan pedoman yang berlaku. Tindakan tersebut adalah membuat
laporan keuangan yang menunjukkan keadaan sebenarnya dari perusahaan, tidak
dilakukannya manipulasi laporan keuangan, dan tidak terjadi persekongkolan
internal yang menjurus pada dampak negatif bagi para investor, karyawan dan
perusahaan itu sendiri.
Kasus
kecurangan pada transaksi repo 105 oleh Lehman Brothers merupakan hal yang
tidak etis karena dilakukan tidak sebagaimana mestinya. Dampaknya pada laporan
keuangan yang menggambarkan keadaan yang abstrak. Hal tersebut tentu membuat
kerugian bagi investor dan pihak-pihak yang berkaitn dengan Lehman Brothers. Berdasarkan
dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa Lehman Brothers memiliki etika bisnis
yang tidak baik dan akhirnya menjerumuskannya pada kebangkrutan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar