Hujan Turun Dengan Santun Seperti Makna Pada Kata Yang Tersimpan Rahasia.

Kamis, 12 November 2020

Kepergian Mbah Putri Menyusul Mbah Kakung

Sabtu Pahing, 7 Nopember 2020 adalah ujung perjumpaan dengan nenekku, Mbah Putri Jumiyem. 9 bulan sejak mbah kakung meninggal dunia pada bulan Januari, mbah putri menyusul mbah kakung di alam kelanggengan. Tepat pada 7 harian mbah malam ini, aku menuliskan sedikit riwayat tentang mbah putri. Usia mbah saat meninggal kurang lebih 80 tahun. Dia seorang pekerja keras seperti mbah kakung. Setia sampai akhir hayat dan murah hati. 

Paling saya ingat dari mbah putri adalah selalu menawarkan makanan pada semua orang. "Ayo makan dulu." Setiap saat, setiap waktu. Kalau falsafah Jawa, menawarkan makanan kepada orang artinya telah terbukanya pintu rezeki. 

Saya seorang yang mudah menangis. Bagi saya, menangisi kenangan adalah hal paling romantis yang saya rasakan. Begitu pun sebagai cucu/putu, saya bisa berkata pada diri saya sendiri bahwa saya sangat romantis karena tak pernah satu kali pun dadaku sesak setiap mengingat mbah kakung dan putriku yang telah tiada. 

Pukul 8 pagi, saya dikabari bahwa mbah putri sedang kritis. Saya ambil penerbangan yang tersisa di jam setengah 4 sore. Saya melewatkan pemakaman mbah. Lalu jam 5 sore, saya sudah tiba di Solo dan langsung menuju makam dan sengaja tidak mengarahkan taksi ke rumah. Saya ingin segera menemui mbah dan mendoakan di tempat kuburnya.

Padahal seminggu sebelumnya, beliau masih seperti biasa saat saya libur seminggu di rumah. Meski sejak kepergian mbah kakung, mbah putri jadi sakit sepuh, saya masih bisa mengajak ngobrol dan menyuapi kentang rebus, makanan favorit mbah. 

Tidak disangka bahwa perjumpaan itu adalah perjumpaan terakhirku dengan mbah putri. 

Saya sangat sedih. Tentu saja. Disaat saya menerima kabar bahagia dengan mutasi kerja ke tempat yang lebih tinggi, saya harus menerima takdir Allah dengan meninggalnya mbah. 

Rumah yang dulu ramai saat lebaran pasti akan sepi. Rumah yang selalu aku datangi setiap pulang dari rantau pasti akan terlalu meneteskan air mata. 

Dulu, mbah kakung dan putri selalu menemani cucunya bermain. Selalu membuatkan makanan favorit cucunya, singkong bakar. Selalu memberi uang receh bagi cucunya saat akan jajan. Serta selalu memijit kaki cucunya saat capek. Atau selalu menempelkan daun sirep saat cucunya demam. 

Tuhan, terima kasih telah memberikan kenangan manis dalam hidupku dan semoga kenangan indah di hidup kakek nenekku. 

Aku tahu dan sadar bahwa ini semua memang takdir darimu. Tapi, alangkah beratnya perasaan ditinggal orang yang disayangi. Kesedihan serasa memukul batin bertubi-tubi. Kenangan-kenangan berputar di kepala. 

Semoga selalu damai dan bahagia bersama di alam Allah, mbah kakung dan mbah putriku tercinta. 

Semoga cucumu bisa menjadi seperti engkau yang tulus ikhlas dalam mencintai dan mengasihi anak dan cucu-cucunya.

Al-fatihah...


Boyolali, Jumat 13 Nov 20, 00.20 WIB
Dalam keadaan dirundung duka yang dalam dan keihlasan yang luar biasa. Terima kasih kenangan manisku, selalu berputarlah di kepalaku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menunggu Senja Turun Dengan Santun