Setiap hari, selalu ada sepuluh menit waktuku yang tersita olehmu. Lima menit pertama kuhabiskan untuk mengingatmu, menarik diriku kembali ke masa silam tatkala kau beri sebuah kenangan padaku. Lima menit saja, di lekuk ingatan, dan ketika lima menit kedua tiba, aku ternyata tak sanggup menghentikan ingatan tentangmu. Selalu begitu.
Gerimis kenangan menghujan tiba-tiba
Setiap mencoba menarik ingatan itu agar beralih pada segala selain kamu, sia-sia. Tidak ada apa-apa selain ketakutan, kesendirian, dan bayangan suram tentang aku yang tak mampu memenuhi keinginanmu.
Aku berhenti melawan dan membiarkan ingatan itu menarikku ke beranda gelap masa lalu. Aku pejamkan mata dan dan mengabaikan hujan yang mengetuk-ngetuk atap. Sebatang ilalang berdaun hijau bergoyang-goyang ditiup angin. Kubayangkan ilalang itu adalah kau, yang berdiri, tersenyum di sepanjang jalanku.
Aku tak tahu apakah takdir, kelak, akan mempertemukan kita atau tidak. Yang bisa kupastikan hanyalah kecemasan: jangan-jangan aku tak bisa memenuhi keinginanmu. Aku tak tahu apakah benar-benar jatuh cinta. Sebab cinta, seperti hujan. Selalu bermula dari tetesan. Lambat laun kian lebat. Dan, sekali hati diusik rindu, betapa sulitnya untuk dibuat bahagia.
Semoga Tuhan selalu melindungimu.
Oleh: Krishna Pabichara dalam buku Surat Dahlan (dengan sedikit perubahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar