Nona, jika berkenan, maukah abang anterin pulang? Senja sudah tiba, langit sudah ranum tinggal tunggu waktu digusur kelabu. Tak baik rasanya nona sendirian. Mari saya antar.
Rumah nona pasti jauh, kulihat pipi nona beringsut mengerut, mata nona sudah sayu, capek memang tak bisa dibohongi. Ia berduet dengan raga.
Sudah tak usah sungkan atau malu, nona. Abang tidak jahat, tidak juga bejat, hanya kasihan saja melihatmu, nona. Mari abang antar, naik motor tua peninggalan bapakku.
Jangan khawatir, meski motor ini tua tapi tenaganya sekuat kuda. Jangankan bobot kita berdua, lima karung beras pun bisa diantarnya. Mari, hari sudah semakin gelap.
Disini banyak penjahat, suka mengambil apapun dengan memaksa. Jangan sampai nona menjadi korbannya, abang ndak tega. Lebih baik nona saya antar, kalau ada penjahat datang, abang bisa lawan sampai mereka lari tunggang langgang.
Bagaimana, nona?
Bagaimana, nona?
Ah rupanya kamu lagi-lagi tak menjawabnya, nona, sebab kegilaanku menyebabkan igauanku pada potomu. Sungguh menyiksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar