Ku tutup lembar terakhir cerita ku
Dalam sebuah novel bersampul biru
Jika aku bisa memilih untuk menikmati setiap cerita dalam
novel ini
Maka aku juga memiliki pilihan ketika aku ingin menutupnya
Masalahnya bukan tentang “Pilihan” itu sendiri
Melainkan beratnya hati ini memunculkan kata “Ingin”
Hingga bisa terconnnect dengan akal dan iman
Aku “Ingin” menutupnya, bukan karena aku “Harus”
Tapi karena aku “Ingin”
Kata “Ingin” pantulan nyata dari sebuah keikhlasan
Karena munculnya dari diri sendiri tanpa paksaan
Beratnya seakan tak bertuan
Tak peduli hal sederhana atau rumit
Jika sudah bertemu dengan kata “Pilihan”, “Harus” atau “Ingin”
“Hidup Itu Mudah” tak lagi memiliki makna sederhana
Kata “Maaf” dan “Terima kasih” tak ada bedanya
Karena terkadang kedua kata itu tetap menggoreskan luka
Biarkan aku munculkan “Inginku” walau "Terpaksa"
Karena aku terlalu “Rumit” untuk jadi “Sederhana”
Dan kamu terlalu “Sederhana” untuk jadi “Rumit”
Kita masih akan terus berkelana
Kututup halaman terakhirku
Dengan tegar berbisik serak suara ,
“pergilah ragu, pergilah rindu, aku ingin melepasmu, biarkan Doa ku yang
akan mengantarmu”
Sudut Perenungan, 4-2-2017