Bibirmu tersenyum menungging membalas sapaku
sore tadi saat aku melihatmu
berjalan dengan berkacak pinggang
meliuk-meliuk seirama angin yang mendesir
melewati kain penutup auratmu
wjahmu sendu seumpama hujan yang
turun tanpa permisi lalu dicaci maki
kayuhmu tak bertenaga seumpama kuda yang
menarik pelana dengan dipaksa
tapi kau juga berbeda sore itu
cantikmu tidak ada dua
berbinar seperti kilauan cahaya
merembet secepat kilat
secepat cinta yang bermuara pada kata-kata
Jangan jalan sendirian, kataku
mencoba merayu
dengan langkah malu-malu kau sibakkan ranselmu
berlari menuju pintu hati lalu
menutup diri
Kini senja yang santun sudah turun
Malam yang kelam mulai beruban
dan tatapanmu sore itu masih masih berpagut
seperti mau yang tak ingin berpaut