Hujan Turun Dengan Santun Seperti Makna Pada Kata Yang Tersimpan Rahasia.

Jumat, 14 November 2014

Simfony Dalam Gelap




Aku tidak menyalahkan takdir tentang kondisi yang menimpa ku. Kecelakaan dua tahun yang lalu telah merenggut impianku. Kedua tanganku lumpuh dan aku tidak bisa berbuat apapun. Tepatnya, aku merasa tidak dapat berbuat apapun. Hidupku seakan hancur dalam sekejap. Saat itu hanya ada kata makian yang aku ucapkan setiap harinya. Makian atas ketidak berdayaan diriku. Bahkan untuk makan saja aku tidak mampu mengangkat sendok dan garpu. Mama lah yang membantuku menyuapkan nasi hingga perutku terisi kembali.

 Aku tidak mampu lagi untuk menulis. Bahkan aku tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi jika aku kembali bersekolah. Teman –teman mungkin akan mengejekku, atau mungkin sebaliknya. Kemungkinan-kemungkinan yang menghantuiku setiap malam. Aku tidak berdaya, aku tidak berguna dan rasanya ingin sekali aku mengakhiri hidupku. Suasana malam membuatku semakin gelisah. Mendung-mendung dimalam hari terlihat lebih pekat dari biasanya. Aku terpaku dengan tatapan kosong. Aku masih muda, aku masih SMA, dan aku tidak dapat melakukan apapun sekarang. Besok adalah hari pertama aku masuk sekolah, dalam keadaan cacat.

“seruni !”

Terdengar suara dibelakangku. Suara yang membuyarkan lamunanku. Suara seseorang yang selama ini sangat aku benci.

“Ada apa Ridwan ?”, tanyaku dengan ekspresi acuh tak acuh.

“Kenapa kamu akhir-akhir ini terlihat murung?”, tanyanya dengan ekspresi sok peduli.

“Apa kamu nggak lihat? Aku sekarang cacat. Ngapain kamu kesini ? kamu ingin mengejekku ? dari dulu kamu selalu jahat ke aku. Aku tau aku jelek, kribo,  hitam, cupu  dan nggak pandai disemua mata pelajaran. Kamu datang kesini hanya untuk mengejekku ?”, ucapku sambil menangis sejadi-jadinya.

“Seruni, maaf jika sikapku selama ini salah ke kamu. Aku hanya iseng saja. Aku tidak bermaksud membenci kamu. Sebagai ucapan maafku, nanti aku duduk sebangku sama kamu ya ? selama ini kamu duduk sendirian. Lebih baik ada yang menemani. Nanti aku bantu kamu untuk mencatat semua mata pelajaran yang diajarkan sampai tangan kamu sembuh lagi”, kata-kata itu keluar dari mulut Ridwan dengan sangat ringan seolah aku adalah sahabat lamanya. Entah kenapa, kali ini aku menerima tawarannya.

Sejak saat itu, Ridwan berubah. Aku memiliki teman sebangku untuk pertama kalinya. Dia seperti sosok malaikat baru untukku. Buku-buku pelajaranku tidak pernah kosong lagi. Selalu dihiasi tulisan-tulisannya yang indah dan membuatku ingin selalu membacanya. Rumus-rumus matematika tidak menakutkan lagi untukku, karena ditulis dengan tangan ajaib. Lambat laun, perasaan benciku luntur perlahan. Jika ada teman yang mengejekku, Ridwanlah yang membelaku.

 Aku tidak lagi pernah absen mengikuti terapi, karena setiap pulang sekolah aku selalu menemukan catatan pada sebuah kertas merah ditas sekolahku. Kata-kata penyemangat tertulis jelas dikertas itu. Dan aku tau pasti siapa yang menulisnya. Siapa lagi kalau bukan Ridwan teman sebangku ku.

Aku memang tidak cantik. Wajahku penuh jerawat dan aku merasa berbeda dari yang lain. Sebagai remaja, ada kalanya aku minder dan pesimis. Tidak ada seorang temanpun mau menjadi sahabatku. Perasaan dijauhi dan dicaci sungguh membuatku sedih. Aku merasa terasing diplanet ku sendiri. Planet bumi yang aku diami seakan terlihat begitu tak sudi menerima keadaanku. Kadang aku berimajinasi menjadi astronot, agar aku bisa pergi jauh-jauh dari bumi dan mencari planet baru untuk aku diami seorang diri. Pernahkah kamu menangis karena dijauhi atas kesalahan yang tidak pernah kamu perbuat ? begitulah perasaanku. Jika ada bintang jatuh, aku selalu berdoa agar tidak ada lagi ejekan yang ditujukan padaku, walaupun hanya sehari.

Sampai akhirnya tuhan menjawab segala doaku. Aku percaya, apa yang terjadi padaku sekarang, bukanlah suatu kutukan. Melainkan  suatu permainan kehidupan yang harus aku selesaikan dengan sikap optimis.  Tuhan mengirimku malaikat tidak bersayap disaat aku benar-benar hampir menyerah pada takdir. Melalui sosok Ridwan, itu artinya Tuhan masih sangat menyayangiku. Cowok tambun yang sering jahil ke aku secara mengejutkan berubah menjadi sosok yang humoris dan menyenangkan. Kalau kamu tau Mario Teguh dengan salam super nya, seperti itulah sosok Ridwan dengan wajah tebemnya. Apalagi jika dia mulai cerewet memberiku nasehat ini dan itu, miripnya bertambah berkali-kali lipat.

“Ridwan , aku ingin berhenti melukis”,

Aku menceritakan kepada Ridwan tentang keinginan ku yang timbul dari keputusasaan. Keinginan untuk berhenti melukis karena keadaan sekarang sangat tidak memungkinkan. Aku ingin mengubur dalam-dalam mimpiku menjadi seorang pelukis profesional.

“sebelumya, aku ingin bertanya. Apakah hanya ada satu jalan agar aku bisa pergi kerumahmu ?

“Tidak. Kamu bisa melwati tiga jalan untuk sampai dirumahku. Kamu bisa lewat jalan utama dan juga bisa lewat gang-gang dijalur yang berbeda”

“itu dia Seruni. Jangan hanya terpaku pada jalan utama dan menyalahkan keterbatasan, karena jalan lain masih setia menunggu untuk kamu lewati. Jalan utama ibaratkan mimpimu untuk menjadi pelukis. Dan apakah kamu punya hobi lain selain melukis Seruni ?”

“ummm, aku punya hobi bernyanyi dan menulis lagu. Tapi aku tidak yakin dengan kemampuan bernyanyiku”

“nah, bernyanyi bisa kamu jadikan sebagai jalan lain untuk mengembangkan bakatmu. Aku yakin kamu bisa bernyanyi dengan baik. Mulai besok sore, kita latihan dirumahku. Aku kebetulan bisa bermain piano, dan kamu bisa berlatih bernyanyi denganku. Sebulan lagi akan ada lomba bernyanyi disekolah, kamu harus ikut”

“Baiklah. Akan aku coba”, jawabku dengan senyuman ter opimis. Senyum yang berasal dari virus semangat malaikat tambunku.

Sejak itu, aku mulai belajar bernyanyi. Jemari Ridwan dengan luwes memainkan piano. Aku ingin membuktikan, bahwa walaupun dengan banyak keterbatasan, tapi aku masih tetap bisa mewujudkan mimpi-mimpiku dijalanku yang lain.

Setelah menjalani beberapa kali terapi, akhirnya lambat laun tanganku mulai ada tanda-tanda bisa berfungsi dengan normal. Aku sangat bahagia. Walaupun perkembangannya masih sedikit terlihat.

 Ridwan selalu menanyakan perkembanganku setiap harinya. Tanpa lelah. Sungguh mengejutkan. Aku seperti telah menemukan patner yang baik untuk hidupku.

Nilai-nilaiku disekolah juga semakin membaik. Catatan-catatan yang dituliskan Ridwan sangatlah membantu. Terkadang setiap malam, Ridwan datang ke rumahku untuk belajar bersama. Jika ada PR, dialah yang membantuku mengerjakannya dan menuliskannya di buku PR ku karena tanganku masih belum bisa digunakan secara normal. Aku merasa seperti gadis sempurna ketika aku mensyukuri sisa kesempurnaan yang aku punya. Iya, aku sangat bersyukur, ada Ridwan disisiku. Hidupku terasa tidak menjenuhkan lagi. Aku jadi semakin lupa akan mimpiku menjadi seorang astronot. Rasanya bumi terlihat sangat cantik akhir-akhir ini.

“wah Seruni, kemampuanmu bernyanyi semakin bagus saja. Ingat, besok jangan minum es dan  jangan makanan gorengan agar kualitas suaramu tidak terganggu. Dua hari lagi lombanya akan dimulai”, terang Ridwan dengan nada semangat tingkat tinggi.

“Baiklah”, jawabku sambil menganggukan kepala.

Hari itu pun tiba. Hari dimana aku harus bernyanyi didepan ribuan manusia untuk pertama kalinya. Aku telah berani memutar haluan mimpiku kearah gang-gang mimpi lain yang mengejutkan . Gang mimpi yang aku lalui adalah menjadi seorang penyanyi profesional. Gaun putih yang aku kenakan tampak serasi dengan jas hitam yang Ridwan kenakan. Kami akan berkolaborasi dalam lomba ini. Dialah yang akan mengiringi setiap alunan suaraku dengan musik-musik pianonya yang merdu. Kali ini, aku menyanyikan lagu ciptaanku sendiri.

“Mendung hanyalah mendung

Ketika angin malam berbisik pada langit

Yang ada hanyalah bintang-bintang terang

Dan mendung akan berlalu tanpa bertalu


Begitupun ketika kau hadir

Membawa suasana baru dalam hidupku

Menepis mendung didepan mimpiku

Dalam sekejap duniaku berubah

Dunia indah  itu

Ada dalam dirimu

Malaikat hatiku”

            Tepuk tangan riuh penonton menggema setelah kami selesai membawakan lagu itu. Aku menangis bahagia sambil melirik kearah Ridwan yang sedari tadi memperhatikanku. Aku tidak berharap sepenuhnya untuk menang, karena tujuan utamaku adalah memberikan penampilan terbaik hari ini.

            Pengumuman pemenang akhirnya tiba juga. Dengan senyum yang tidak juga terlihat hilang dari wajahku, aku mendengarkan pengumuman pemenang dengan seksama. Tanpa aku duga, kami menjadi pemenang pertama. Aku sangat bahagia. Ingin sekali rasanya aku memeluk Ridwan karena kebahagiaan ini tentulah tak akan bisa terwujud tanpa dukungan nya padaku.

            Kejutan belum berakhir. Tiba – tiba Ridwan menghilang. Aku panik mencarinya. Namun, aku tertegun saat melihatnya bermain piano sambil menyanyikan lagu ciptaannya sendiri diatas panggung. Penonton yang awal nya akan segera pulang karena acara akan segera selesai, tiba-tiba saja enggan untuk meninggalkan tempat duduknya masing-masing. Mereka terhanyut mendengar alunan lagu yang dimainkan Ridwan sang malaikat tembemku.

            Setelah menyanyikan lagu itu, ridwan menghampiriku sambil membawa mahkota bunga. Seperti dalam sebuah cerita dongeng yang sering aku imajinasikan, saat itu juga Ridwan menyatakan perasaannya padaku.

“Seruni, aku bukan siapa-siapa. Aku bukan pangeran  dari negeri dongeng, tapi izinkanlah aku melukiskan senyum untukmu lebih lama lagi. Dari sekarang hingga usia senja yang akan datang. Aku tidak punya alasan, kenapa aku ingin membuatmu tersenyum. Aku ingin kamu menjadi kekasihku. Apa kamu mau menjadi kekasihku ?”

Aku tidak mampu berkata apa-apa. Aku benar-benar bahagia. Jika esok hari masih ada malam, aku hanya ingin malam ini tidak cepat larut dan berlalu dengan sombong.

Ridwan meletakkan mahkota bunga itu dikepalaku, dan saat itu juga aku menjawab

“Tapi aku cacat. Kenapa kamu mau jadi kekasih manusia cacat sepertiku ?“

“karena aku hanya melihat kesempurnaan dalam dirimu Seruni. Aku mencintai mu, bukan berarti aku hanya mencintai kelebihanmu. Aku mencintaimu, itu artinya aku mecintai segala hal yang ada pada dirimu. Maukah kamu menemaniku? Menjadi kekasihku ?

“iya, aku mau jadi  kekasih mu”

Penonton seolah terhipnotis. Seorang gadis buruk rupa yang cacat, berhasil mendapatkan lelaki tambun yang manis. Hidup itu benar-benar sebuah anomali yang sulit dimengerti.

Dua tahun telah berlalu. Terapi tidak lagi aku jalani karena tanganku telah sembuh. Aku sekarang kuliah di fakultas seni musik. Bagaimana dengan Ridwan ?, dia tetaplah seperti dulu, tidak berubah. Mungkin sekarang dia berubah lebih tampan saja. Terkadang aku takut, saat aku membuka mata, saat itu tiba-tiba malaikat tembembku tidak mencintaiku lagi. Tapi aku percaya, Tuhan itu maha adil.

Aku tidak lagi takut akan kemungkinan yang belum terjadi. Aku merasa hidupku sempurna, karena aku selalu berusaha mencintai ketidak sempurnaan.  Aku akan terus bernyanyi dan terus bermimpi. Tiga tahun lagi, mimpiku menjadi pelukis telah aku pahat dengan jelas dalam ingatanku. Tiga tahun lagi, tepat disaat ulang tahunku yang ke 22 tahun, aku menargetkan dapat mengikuti pameran lukisan. Aku merasa hidup, karena ada seseorang yang mengajariku arti mencintai. Mengajariku arti mencintai mimpi-mimpi dengan bijaksana.



Note : Kamu bisa baca Majalah Campusmagz edisi januari 2014. My first "Cerpen" teenlite in  campusmagz ^^  ~RWH~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menunggu Senja Turun Dengan Santun