![]() |
google image |
Musim pilpres adalah sebuah momentum bagi kaum-kaum muda nan bersahaja untuk unjuk gigi di kampanye partai tentu saja. Hal ini seperti sudah jadi barang wajib alias Fardhu Kifayah. Modalnya cukup sederhana, motor dan knalpot. Knalpot yang nggebler-nggebler tentu saja.
Sangat hambar rasanya jika pawai tidak diikuti suara-suara gahar knalpot dari motor-motor peserta pawai.
Antusiasme pawai menular ke kumpulan pemuda di desa saya. Sebut saja Ciplek. Pemuda nan bersahaja yang sudah ramai di grup pemuda sejak h-1 minggu. Ia kontak sana-sini mencari tahu partai apa yang akan pawai, titik kumpulnya dan jalur mana yang akan dilewati.
Semuanya lengkap dan jelas. Kalau partai hijau, pakai baju warna hijau, kalau merah pakai baju warna merah, kalau kuning pakai baju warna kuning. Semudah itu untuk ikut pawai. Tidak hanya Ciplek, ada pula Dwek, Ajex dan beberapa pemuda lain yang sangat bersemangat untuk ikut.
Maklum, sebagai anak desa, pawai adalah sebuah kegiatan nan adiluhung yang harus dilestarikan. Ia seperti sarana unjuk kehebatan dan kejantanan pria.
Mereka yang biasanya tertib dan sopan bahkan cenderung mimbik-mimbik saat dijalan raya karena takut ditilang, merasa sangat bersemangat dan antusias untuk ikut kampanye/pawai. Tidak lain tidak bukan untuk meluapkan gelora masa muda dan semangat kebebasan ala-ala negara barat.
Namun, lagi-lagi timbul pro kontra dari adaya knalpot-knalpot bising dalam pawai ini.Ada yang setuju dan ada yang mencemoohnya. Semua itu tentu kembali ke masing-masing individu. JIka setuju biasanya dalah barisan terdepan di pinggir jalan saat pawai berlangsung. Dan dengan sumringahnya, melihat ratusan massa dengan motor gaharnya melewati jalan.
Yang tidak setuju, yaa pasti akan meluapkan emosinya biasanya di media sosial.
Terlepas dari pro kontra ini, menurut saya pribadi, pawai dengan knalpot nggebler adalah sebuah khasanah kearifan lokal yang patut dijaga dan dilestarikan wkwk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar