Pada
pagi yang dingin
Kabut
yang padat
dan
embun putih pada daun yang pipih
akan
kuceritakan kenangan
pada
masa silam
saat
itu sepasang lengan saling memberi salam
bertukar
kabar dan melempar senyuman
tak
pernah ada batasan maupun hinaan
sekalipun
ada penguntit di belakang
itu
adalah zaman penghabisan
sepasang
lengan yang masih kekar
dengan
tangan memegang senapan
memburu
segerombolan pendatang
bahu
membahu untuk berjuang
saling
bersatu tanpa perbedaan
Mereka
hanya ingin merdeka, teriaknya
Seribu
jalan dilalui, jutaan waktu dilewati
Sumpah
pemuda yang menjadi cikal bakalnya
Hingga
Rengas Dengklok jadi saksi bisunya
Sungguh
indah masa itu, semangat pemuda berbaur jadi satu
melipat
masa lalu menuju sekarang
kenangan
adalah sebuah kerikil yang merancap tajam pada setiap ingatan
daun-daun
bambu luruh digigir waktu
:
aku kehilangan bangsaku kedua kali
ketika
penerusku menjelma bayang yang mesti segera dilupakan
sepasang
lengan yang dulu kekar sekarang hanya tinggal tulang
tangan
yang dulu memegang senapan kini berganti handphone di tangan
dinding
pemisah mulai dibangun dalam kehidupan yang amburadul
persatuan
yang dulu ada kini melebur menjadi asap rokok belaka
Pemuda
yang dulu gagah perkasa kini tinggal statusnya di lini masa
aku
tahu, bagimu masa lalu hanyalah sepenggal biografi atau
sekedar
rubayat yang ditulis seorang sufi
namun,
ketika darah membuncah dari rahim sejarah
adakah
yang bisa kau tulis selain bau amis dan banjir tangis
Pemuda harapan bangsa
Di
lenganmu tersimpan air yang mengalir dari rahim sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar