Pagi ini seekor katak meloncat, sepertinya ia tak
tahu jika diujung jalan ini loncatannya menjadi akhir hidupnya. Pagi ini juga,
laron-laron keluar dari lubangnya, tapi ia tak sadar buah dari ia keluar adalah
kematiannya. Selamat pagi atau pagi selamat? Sungguh, aku tak tahu akan kau
artikan apa pagi ini. Bukankah masalah dan derita sering ku alami? bukankah
kegelisahan bukanlah hal yang luar biasa bagiku? Tiba-tiba, aku teringat pada
sebuah masa, saat kau mengedipkan kedua matamu sembari mengucapkan “Selamat
Pagi”, kepadaku setiap pagi dan menyodorkan sebatang coklat yang sudah kau
gigit pucuknya. Aku tersenyum, menatap sela-sela gigimu yang berwarna lain.
“Apa tidak ada makanan lain kecuali coklat yang
hampir setiap hari kau makan, Nora?” tanyaku.
“Ada, benda putih yang terasa pahit saat ditelan
sebagai pereda sakit”, jawabnya.
Sejenak, pikirku terdiam membayangkan sel-sel ditubuhnya
yang telah bermutasi menjadi kanker dan mulai menggerogoti badannya. “Memang,
tak seenak rasa coklat yang setiap hari kau kunyah”, jawabku dengan balas
tersenyum.
Potongan coklat terakhirmu masih aku simpan sampai
pagi ini. Jika aku rindu, ku kenang wajah tirusmu setiap pagi dengan sebatang
coklat ditangan namun masih utuh pucuknya. Dan pagi ini, embun putih kembali
menanti, memanggil hati menuju sepi.
Aku
Mencintaimu Nora!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar