
Mereka, para pemulung, setiap minggu mampu mengumpulkan lebih dari 50 kg sampah botol plastik yang nantinya akan dijual setiap sebulan sekali. Jika kita hitung, untuk 1 kg sampah botol plastik berupa gelas bekas air mineral dibeli seharga Rp 3.500,00, sedangkan botol plastik bekas air mineral per kilogramnya dibeli seharga Rp 2.500,00 (sumber :http://www.harapanrakyat.com/2015/06/inilah-harga-penerimaan-bank-sampah-di-banjar/) sehingga apabila dihitung, maka pendapatan perbulan minimal yang didapat sebesar Rp 700.000,00.
Namun, jangan sangka pendapatan itu untuk mereka sendiri. Lapak Sarmili adalah suatu tempat tinggal dengan sistem sewa, jadi setiap orang yang tinggal disitu harus mencari sampah alias memulung guna membayar sewa tempat tinggal, listrik dan air. Dari wawancara yang penulis lakukan, mereka boleh menempati tempat tersebut dengan membangun tempat tinggal sendiri namun harus bekerja dengan mengumpulkan sampah yang nantinya akan digunakan sebagai upah sewa lahan yang ditempati.

Sungguh ironis memang, tetapi begitulah kenyataannya. Di satu sisi mereka bekerja dan mendapatkan uang namun di sisi lain mereka dipekerjakan untuk membayar tempat tinggal.
Perlu kebijaksaan pemerintah dalam menyikapi masalah ini, bukan semata karena lingkungan yang terganggu dengan adanya mereka melainkan pada pola pikir perantau yang datang dengan modal nekat sehingga terpaksa mencari uang dengan cara yang kurang beretika. Semoga ada jalan keluar untuk masalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar